Manager CSR PT. TPL Ramida Siringoringo (Tengah) menyerahkan bantuan perlengkapan kepada para petani madu lebah Makota Simalungun
SIMALUNGUN – PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) penghasil bubur kertas terbaik di Sumatera Utara, kembali memberikan dukungan dalam pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan. Dukungan peningkatan dan nilai tambah masyarakat kali ini, diberikan kepada kelompok petani madu lebah Makota (Madu. Kopi, Talas), didesa Nagori Saitbuttu Saribu kecamatan Pematang Sidamanaik Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Manager Corporate Social Resposnsibility (CSR) TPL Ramida Siringoringo menyebutkan, sedikitnya ada seratusan kepala keluarga yang saat ini hidup dengan sumber daya alam, seperti kopi, madu, dan lainnya yang mengandalkan modal seadanya. Peluang seperti ini menjadi fokus perusahaan dalam upaya dukungan pengembangan usaha, khususnya diwilayah sekitar konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan.
“Awalnya memang kita lihat para petani madu lebah disini usahanya dimulai dari nol, inilah yang menjadi motivasi perusahaan untuk mendukung para petani yang memiliki semangat. Selanjutnya setelah kita melihat aktivitas mereka dilapangan banyak sumber daya alam dan manusia, berpotensi dalam usaha pengembangan madu lebah. Bahkan para petani punya motivasi madu lebah sebagai icon desa penghasil madu terbaik di Indonesia,” sebut Ramida, Senin (12/11/2018).
Menurutnya keseriusan perusahaan dalam mendukung kegiatan penghasil madu lebah ini sudah mencapai tahap ke II. Dukungan perusahaan pada tahap sebelumnya juga telah dilakukan, untuk memberi semangat kepada para petani madu lebah lainnya. Ramida menyebutkan untuk tahapan kali ini perusahaan memberikan dukungan, dengan nilai Rp 13 juta lebih dengan bentuk peralatan pendukung peningkatan hasil madu dan lebah.
“Untuk tahap kedua ini TPL membantu 50 batang gelodok (Perangkap Lebah), 50 petak tup (Rumah lebah), 5 potong baju seragam (Savety), ratusan botol kemasan madu, serta sarung tangan (hand glove),” ungkap Ramida.
Produksi madu lebah didesa Nagori Saitbuttu Saribu beberapa tahun sebelumnya, sempat berjalan lancar. Namun karena modal dan peralatan seadanya, para petani lebih giat dalam pengembangan lebahnya saja (Koloni lebah). Kordinataor kelompok petani Makota Selamat Suryadi mengatakan, beberapa waktu yang lalu sempat terjadi penjualan koloni lebah hingga 400 koloni perbulannya.
Menurutnya ketika itu untuk satu koloni lebah yang dijual petani jumlahnya bisa mencapai 60 ribu ekor, dengan harga Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu untuk setiap koloni yang sudah ditangkarkan dalam satu buah stup. Penjualan koloni lebah yang cukup besar ini akhirnya berpengaruh tehadap produksi madu petani. Sehingga menurut Selamat Suryadi inilah yang menjadi fokus kelompok petani lebah, untuk kembali meningkatkan jumlah koloni lebah dalam upaya peningkatan hasil madu.
“Alhamdulillah saat ini kami masih memiliki koloni lebah penghasil madu yang jumlahnya terus meningkat, angkanya sudah mencapai 28 koloni yang aktif dan sudah ditempat dalam stup penghasil madu. Koloni lebah dikembangbiakan dari alam sekitar pedesaan selanjutnya ditangkar didalam stup (Sarang lebah),” sebut Selamat Suryadi dalam acara serah terima bantuan peralatan dari TPL, untuk disekretariat kelompok tani madu lebah Makota, belum lama ini.
Butuh proses panjang dan modal dalam pengembangan lebah serta produksi madu bagi kelompok tani Makota. Menurutnya dengan kerjasama dan dukungan dari pihak perusahaan (TPL) dalam pengembangan ekonomi kreatif, memberi semangat baru dan angin segar bagi petani lebah dan madu dipedesaan. Bantuan berupa gelodok, stup dan perlengkapan lainnya sangat membantu para petani.
“Kami bersyukur masih ada perusahaan seperti TPL yang peduli dengan kondisi petani lebah dan madu. Untuk proses pengembangan lebah diambil dengan gelodok perangkap (batang kelapa), diletakkan dialam terbuka selama sebulan, selanjutnya setelah lebih kurang 6 bulan dimasukkan kedalam koloni (Stup),” ungkap Selamat Suryadi bersama para petani Makota lainnya.
Upaya peningkatan hasil madu dan lebah secara berkelanjutan, juga menjadi tantangan kedepan bagi para petani. Serbuk dan sari pati yang didapat lebah dari sejumlah tanaman dan bunga, menjadi bagian penting untuk peningkatan hasil madu. Untuk mengatasi hal tersebut Selamat Suryadi dan para petani dikelompoknya sedang giat melakukan pembibitan dan penanaman bunga jenis air mata pengantin.
Air mata pengantin (Antigonon) adalah tumbuhan memanjat (Liana)anggota suku Polygonacease yang berasal dari Amerika Tengah. Dengan dua atau tiga jenis anggota, tumbuhan ini adalah penghias taman yang populer. Air mata pengantin merupakan tanaman yang paling disukai lebah, dan mengandung sari pati madu yang hidup sepanjang tahun, tanpa dipengauhi oleh musim penghujan dan panas.
Menurutnya saat ini masih puluhan bibit saja yang mereka miliki dan akan diperbanyak, dalam luasan 3200 meter persegi kawasan pembibitan petani Makota. Meskipun air mata pengantin sedikit agak sulit merawat pertumbuhannya, namun ketika usia tanaman memasuki 1,5 tahun maka tanaman akan hidup sepanjang masa dan berbunga terus menerus.
“Selain bunga Kaliandera dan Kerokot kecil sebagai bahan kanan lebah, saat ini saya dan para petani madu lebah lainnya juga fokus pada pembibitan bunga air mata pengantin. Karena bibitnya mahal dan susah dicari, perbatang harga bibitnya mencapai Rp 50 ribu,” tutur Selamat Suryadi.
Sementara itu saat ini jumlah penduduk desa Nagori Saitbuttu Saribu kecamatan Pematang Sidamanik, lebih kurang 3500 jiwa atau sekitar 650 kepala keluarga dengan pendapatan ekonomi dari perkebunan kopi dan buruh tani teh. Menurut Ngatio kepala desa Nagori Saitbuttu Saribu madu dan lebah memang bisa diandalkan sebagai ekonomi altenatif para petani, karena tidak mengganggu aktivitas para petani dan lahannya.
Usaha lebah madu juga membantu pertanian kopi melalui penyerbukan lebah. Sehingga menurutnya pemerintah sangat mendukung kegiatan dan kerjasama antara perusahaan dengan masyarakat khususnya petani lebah madu diwilayah ini. (*)