Parmaksian,8 Juni 2017 – PT Toba Pulp Lestari Tbk. (PT TPL) menyambut baik program pemerintah dalam hal pengakuan tanah/hutan masyarakat hukum adat sebagaimana telah diatur dalam Undang Undang tentang kehutanan No.41 tahun 1999, dan meminta LSM Asing untuk menghormati dan menjunjung tinggi independensi dan integritas proses penyelesaian tanah adat yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia .
Dalam hal penyelesaian tuntutan lahan masyarakat di areal konsesi PT TPL, Perseroan mengikuti aturan dan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah karena areal konsesi Perseroan adalah milik Negara. PT TPL tidak berwenang untuk melepaskan kawasan hutan negara tanpa ijin dan persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.
“Perseroan mendukung sepenuhnya proses penyelesaian tanah/hutan adat yang berada di kawasan hutan yang sudah dibebani hak. Hal ini dapat dibuktikan dengan sikap Perseroan dalam menyelesaikan klaim hutan kemenyan seluas 5.172 ha yang telah dicanangkan oleh Pemerintah menjadi hutan kemenyan bagi masyarakat Desa Pandumaan & Sipituhuta pada Desember 2016. Kementerian Kehutanan dan para pemankukepentingan lain, termasuk LSM Rainforest Action Network (RAN) telah memberikan apresiasi terhadap penyelesaian klaim lahan kemenyan ini,” papar Mulia Nauli, Direktur PT TPL.
“Saat ini sedang dilakukan proses penataan batas terhadap areal yang dikeluarkan karena seluruh konsesi TPL telah selesai dilakukan tata batas pada tahun 2013,” lanjut Mulia Nauli.
Terhadap klaim-klaim tanah/hutan adat lainnya yang berada di dalam konsesi Perseroan, PT TPL sedang dan secara serius mendiskusikan dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) untuk melakukan analisis, identifikasi dan verifikasi terhadap klaim–klaim tersebut.
“ Kami berharap agar para pihak dapat memahami dan menghormati proses yang sedang berjalan di Negara RI sesuai dengan mekanisme sebagaimana telah diatur di dalam Undang Undang tentang kehutanan no.41 tahun 1999,” lanjut Mulia Nauli.
Perseroan menyayangkan kampanye situs “Beyond Paper Promises.org” yang dilakukan oleh sebuah LSM asing dikhawatirkan justru dapat menghambat proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah melalui Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
“Kampanye semacam itu justru tidak produktif dan tidak menyelesaikan masalah serta dapat mengganggu proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah, “papar Mulia Nauli.
Mulia Nauli menjelaskan, dalam mengelola HTI-nya, Perseroan senantiasa mengikuti aturan dan peraturan yang berlaku dan telah mendapat pengakuan dari para pihak serta Pemerintah R.I . Sejak tahun 2005 Perseroan telah mendapatkan sertifikasi PHPL yang penilaiannya dilakukan secara independen oleh lembaga yang terakreditasi dimana salah satu aspek penilaian adalah tentang kelola sosial. Perseroan menganut prinsip ramah lingkungan yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 14001, Industri Hijau serta Proper dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. 2
“Kami mengalokasikan 1 persen dari hasil penjualan bersih Perseroan senilai rata-rata lebih dari Rp10 milyar setiap tahunnya untuk melakukan program-program CD-CSR bagi peningkatan perekonomian, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Hal ini menunjukkan kepedulian Perseroan dalam mengembangkan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah operasional Perseroan. Selain itu, Perseroan menjalin kemitraan bisnis bersama para mitra bisnis lokal antara lain dalam hal persiapan lahan, penanaman, pemanenan, pengangkutan bahan baku dan produksi serta perawatan di kebun dan pabrik . Kami menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan memberikan lapangan kerja bagi lebih dari 1000 orang wilayah kami beroperasi,” papar Mulia Nauli.
“Jika ada keluhan/tuntutan dari masyarakat sekitar, Perseroan menerapkan mekanisme penanganan keluhan sesuai dengan standar prosedur di perusahaan. TPL mengutamakan dialog yang terbuka dan transparan untuk mencari penyelesaian yang saling menguntungkan serta memiliki kekuatan hukum ,” Mulia Nauli.
PT.TPL merupakan salah satu perusahaan terkemuka di bidang pulp di mana pasokan terbesar bahan baku berasal dari Perkebunan kayu eucalyptus (HTI) yang dibangun sendiri secara berkelanjutan dengan konsep Pembangunan Hutan Produksi Lestari (PHPL) di areal konsesi yang ijin nya diberikan oleh Pemerintah melalui SK Menteri Kehutanan no 493 tahun 1992, yang awalnya seluas 269.060 ha berada pada hutan produksi (HP) dan terakhir kali mendapat perubahan ijin melalui SK Menteri Kehutanan no 179 tahun 2017 (Nomor SK.179/Menlhk/Setjen/HPL.0/4/2017 yang luasnya menjadi 185.016 hektar.